Beranda | Artikel
Khutbah Jumat: Tidak Cukup Sebatas Niat Yang Baik
Senin, 30 Mei 2022

Khutbah Jumat: Tidak Cukup Sebatas Niat Yang Baik ini merupakan rekaman khutbah Jum’at yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. di Masjid Al-Barkah, Komplek Rodja, Kp. Tengah, Cileungsi, Bogor, pada Jum’at, 26 Syawal 1443 H / 27 Mei 2022 M.

Khutbah Pertama Tentang Tidak Cukup Sebatas Niat Yang Baik

Imam Muslim meriwayatkan dalam shahihnya bahwa ada tiga orang datang kepada istri-istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Mereka bertanya kepada istri-istri Nabi tersebut tentang bagaimana ibadah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Ketika para istri Nabi mengabarkan bagaimana ibadah-ibadah Rasulullah, maka seakan-akan mereka menganggap bahwa ibadah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sangat ringan sekali. Kemudian salah seorang dari mereka berkata:

أينَ نحنُ مِن رسولِ اللَّهِ و قد غَفرَ اللَّهُ له ما تقدَّمَ من ذنبِهِ و ما تأخَّرَ ؟

“Siapa kita dibandingkan dengan Rasulullah. Kalau Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sudah dijamin masuk surga, sudah diampuni dosanya yang telah lalu maupun yang akan datang, sedangkan kita tidak ada jaminan.”

Lalu yang satu berkata: “Adapun saya akan shalat semalam suntuk dan tak akan pernah tidur.” Yang satu lagi berkata: “Saya akan berpuasa terus-menerus.” Dan yang satu lagi berkata: “Adapun aku tidak akan menikah. Aku akan ibadah kepada Allah saja.”

Maka ucapan tiga orang ini sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memanggil tiga orang ini. Kemudian Rasulullah bersabda kepadanya: “Bukankah kalian yang mengatakan begini dan begitu?” Kata mereka: “Benar wahai Rasulullah.”

Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وَاللَّهِ إِنِّى لأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ ، لَكِنِّى أَصُومُ وَأُفْطِرُ ، وَأُصَلِّى وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى

“Demi Allah, aku ini orang yang paling takut kepada Allah dan paling bertakwa dari kalian. Aku berpuasa namun aku juga berbuka. Aku sendiri mengerjakan shalat malam dan tidur. Dan aku pun menikahi wanita. Maka siapa yang tidak menyukai sunnahku, ia bukan dari golonganku.”

Sebuah kisah agung yang hendaknya kita petik dan ambil pelajaran.

Lihat bagaimana tiga orang sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang sangat semangat ingin beribadah kepada Allah. Mereka datang kepada istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mempertanyakan tentang ibadah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ternyata mereka menganggap bahwasanya ibadah Rasulullah amat ringan sekali.

Maka dengan semangatnya untuk ibadah kepada Allah dan dengan niatnya yang baik tersebut, yang pertama ingin shalat semalam suntuk tak pernah tidur setiap malam. Yang satu lagi dia akan terus berpuasa. Dan yang satu lagi tidak mau menikah.

Namun ternyata Rasulullah mengingkari tiga orang ini. Rasulullah tidak menyetujui perbuatan mereka. Karena bertentangan dengan سماحة الإسلام (kemudahan Islam), bertentangan dengan ruhul Islam, bahkan bertentangan dengan firman Allah:

يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“Allah menginginkan untuk kalian kemudahan dan tidak menginginkan untuk kalian kesulitan.” (QS. Al-Baqarah[2]: 185)

Ini menunjukkan bahwa sebatas niat yang baik tidaklah cukup. Terkadang seseorang berkata “Yang penting niat saya baik, yang penting hati saya baik.” Kita katakannya bahwa sebatas niat yang baik itu tidak cukup sampai perbuatanmu sesuai dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Sesungguhnya Islam adalah agama yang telah disempurnakan oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun telah menyampaikan semua ini, tidak ada yang kurang. Allah berfirman:

…الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ…

“Pada hari ini Aku telah sempurnakan untuk kalian agama kalian.” (QS. Al-Ma’idah[5]: 3)

Ketika Rasulullah Khutbah di Arafah. Dalam sebuah khutbah yang sangat masyhur dan Rasulullah menyampaikan khutbah-khutbahnya. Di akhir khutbah beliau berkata: “Bukankah aku sudah sampaikan semuanya?”

Para sahabat berkata: “Benar wahai Rasulullah.” Kemudian Rasulullah menunjukkan jarinya ke atas, lalu menunjukkan kepada para sahabat dan berkata:

اللّهمّ اشْهَدْ

“Ya Allah saksikan bahwa aku telah sampaikan seluruhnya.”

Maka kewajiban kita ittiba’ (mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam). Sebuah kesalahan dalam ibadah adalah sebagaimana yang diingatkan Al-Imam Ibnul Qayyim bahwa seseorang ibadah sesuai dengan kepuasan dirinya. Bukan seperti itu ibadah. Akan tetapi ibadah itu harus sesuai dengan keridhaan Allah ‘Azza wa Jalla. Ibadah harus sesuai dengan apa yang Allah cintai, bukan sesuai dengan selera-selera kita, bukan yang sesuai dengan pendapat-pendapat kita. Karena ibadah itu hak Allah, Allah yang berhak diibadahi, maka Allah diibadahi dengan apa yang Allah cintai dan ridhai.

Oleh karena itu setiap kita yang hendak beribadah wajib bertanya terlebih dahulu apakah ibadah kita ada dalilnya dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam? Adakah asalnya dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam? Apabila ternyata tidak ada, kewajiban kita adalah meninggalkannya. Karena sesungguhnya pada asalnya ibadah itu perkara yang terlarang.

Karena ibadah itu hak Allah, bukan hak kita, maka kewajiban kita beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Itulah hakikat daripada syahadat Muhammad Rasulullah.

Ketika seseorang mengatakan أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ (Aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah) berarti konsekuensinya adalah kita senantiasa menjadikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai suri tauladan kita dalam semua permasalahan; dalam aqidah, dalam ibadah dan dalam segala macam perkara. Dan tidak diperkenankan kita untuk mendahulukan ucapan siapapun di atas ucapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Karena fanatik kita hanya kepada Allah dan RasulNya, bukan kepada seorang ulama, ataupun kelompok dan yang lainnya.

Allah mengatakan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ…

“Hai orang-orang yang beriman, jangan kalian dahului Allah dan RasulNya…” (QS. Al-Hujurat[49]: 1)

Kata Ibnu Abbas artinya jangan kalian dahului Allah dan RasulNya dengan ucapan dan perbuatan kalian. Bahkan orang yang lebih mendahulukan pendapat dirinya atau pendapat seseorang daripada pendapat Rasulullah terancam tidak akan diterima ibadahnya oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَن تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنتُمْ لَا تَشْعُرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengangkat suara kalian diatas suara Rasulullah. Jangan kalian mengeraskan suara kalian di hadapan Rasulullah. Supaya Allah tidak batalkan amalan kalian sementara kalian tidak merasakannya.” (QS. Al-Hujurat[49]: 2)

Kata para ulama kalau mengangkat suara saja sudah bisa membatalkan amal, bagaimana mengangkat pendapat kita atau pendapat seseorang diatas peta pendapat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam?

Oleh karena itulah seseorang yang berjiwa ittiba’ tidak akan berani berani mengamalkan suatu ibadah sampai dipastikan dulu ada dalilnya dan keshahihannya. Apabila tidak ada dalilnya dia tidak berani mengamalkannya. Karena ia tahu bahwasanya ibadah itu hak Allah, bukan hak diri kita.

Maka saudaraku.. Kewajiban kita ketika ragu apakah ibadah ini disyariatkan atau tidak, maka jangan diamalkan dulu sampai benar-benar kita yakin bahwasanya ibadah tersebut memang disyariatkan oleh Allah dan RasulNya.

Khutbah Kedua Tidak Cukup Sebatas Niat Yang Baik

Hadits tersebut juga memberikan faedah kepada kita tentang tercelanya sikap ghuluw (berlebih-lebihan) di dalam ibadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Makanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mewanti-wanti umatnya:

إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ ؛ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ

Wahai sekalian manusia, jauhilah sikap ghuluw (melampaui batas) dalam agama. Sesungguhnya perkara yang membinasakan umat sebelum kalian adalah sikap ghuluw mereka dalam agama.” (HR. An-Nasa’i)

Lihat: Khutbah Jumat: Perkara yang membinasakan

Yang satu ingin ibadah shalat semalam suntuk, jelas ini berlebihan saudaraku sekalian. Makanya Rasulullah menjelaskan “Aku shalat malam dan aku pun tidur malam.” Itulah keindahan dan kemudahan Islam. Allah sudah memberikan kepada kita kemudahan, tapi ternyata kita menginginkan sesuatu yang berat?

Maka Rasulullah mencela sikap ghuluw. Disebutkan dalam hadits yang lain bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah masuk ke rumah Aisyah kemudian bertepatan dengan seorang wanita yang keluarga rumah Aisyah tampak wajahnya sayu. Kemudian Aisyah berkata kepada Rasulullah Rasulullah: “Wahai Rasulullah, dia adalah si fulanah. Di waktu siang dia selalu puasa dan di waktu malam dia tidak pernah tidur selalu tahajud.”

Apa kata Rasulullah? “Tidak boleh seperti itu, hendaklah kalian beramal sesuai dengan kemampuan kalian.”

Subhanallah, saudaraku.. Orang yang ghuluw sangat cepat sekali terkena futur dalam agamanya. Orang-orang yang tadinya masyaAllah kita lihat berlebih-lebihan dalam mempraktekkan ibadah melebihi kemampuannya, biasanya tak lama kemudian diapun futur.

Download mp3 Khutbah Jumat Tidak Cukup Sebatas Niat Yang Baik

Jangan lupa untuk ikut membagikan link download “Tidak Cukup Sebatas Niat Yang Baik” ini kepada saudara Muslimin kita baik itu melalui Facebook, Twitter, atau yang lainnya. Semoga menjadi pembukan pintu kebaikan bagi kita semua.


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/51739-khutbah-jumat-tidak-cukup-sebatas-niat-yang-baik/